Dua perusahaan maskapai asal Indonesia, Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air menawarkan karyawan-nya untuk pensiun dini. Hal ini dilakukan demi menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan akibat kondisi keuangan yang terus memburuk disebabkan pandemi Covid-19 yang masih berlanjut.
Garuda Indonesia sendiri sebagai perusahaan plat merah memiliki utang sebesar Rp70 triliun. Jumlah hutang tersebut bertambah setiap bulannya lebih dari Rp1 triliun. Saat ini arus kas Garuda Indonesia berada di zona merah dan memiliki ekuitas minus Rp41 triliun. Garuda juga akan memangkas jumlah pesawat hingga 50% dari jumlah pesawat yang dimiliki Garuda sebanyak 144 unit menjadi 70 unit saja.
Baca Juga: Prediksi! Deretan Bisnis yang akan Tumbuh 10 Tahun Ke Depan
Berselang beberapa minggu setelah Garuda Indonesia mengeluarkan memo internal kepada seluruh karyawan untuk pensiun dini, Sriwijaya Air akhirnya mengikuti jejak Garuda. Sriwijaya Air mengumumkan kepada karyawan mereka untuk melakukan pensiun dini. Manajemen Sriwijaya memilih opsi tersebut, akibat likuiditas perusahaan yang terus memburuk akibat pandemi Covid-19.
Bisnis Penerbangan Indonesia Mengalami Turbulensi?

Nasib penerbangan di Indonesia tampaknya sedang di ujung tanduk. Alhasil dua maskapai besar di Indonesia, Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air meminta karyawannya untuk efisiensi perusahaan. Hingga saat ini, belum diketahui berapa banyak karyawan yang akan mengambil tawaran dari perusahaan tersebut.
Menurut Irfan Setiaputra, jika tidak ada karyawan Garuda Indonesia yang mengambil pensiun dini, maskapai BUMN tersebut bisa saja berhenti beroperasi. Sedangan Sriwijaya sejak tahun lalu sudah merumahkan karyawan mereka. Saat ini manajemen meminta karyawan untuk mengundurkan diri akibat perusahaan tidak mampu mempertahankan kinerja di masa pandemi. Oleh karena itu, mengeluarkan kebijakan di bidang SDM demi mempercepat proses penyelamatan perusahaan.
Permintaan penerbangan selama satu tahun terakhir memang turun drastis. Pembatasan pergerakan manusia menjadi penyebabnya, hingga menekan kinerja maskapai nasional. Belum lagi, banyak maskapai nasional yang harus tetap membayar sewa pesawat. Meskipun pesawat itu tidak jalan. Membuat kinerja keuangan maskapai terganggu.
Kondisi seperti ini bukan dialami oleh maskapai di Indonesia saja. 3 bulan Pandemi berlangsung, sudah cukup banyak maskapai dunia yang mengalami turbulensi keuangan. Banyak dari maskapai yang harus memarkirkan pesawat mereka selama berbulan-bulan, tentu tanpa adanya pemasukan. Hingga mengalami kebangkrutan.
Menurut laporan IATA (International Air Transport Association) memperkirakan kerugian seluruh maskapai dunia mencapai US$ 84,3 miliar yang mana pendapatan maskapai rata-rata merosot hingga 90%.
Bahkan maskapai-maskapai besar di wilayah ASEAN seperti Singapore Airlines, Thai Airlines, dan Philippine Airlines sudah mengajukan perlindungan terkait kebangkrutan.
Kehadiran Maskapai Baru

Di awal Mei 2021 dunia penerbangan dikejutkan datangnya maskapai baru yang muncul ditengah suramnya bisnis penerbangan di Indonesia, Super Jet. Super Jet sendiri sudah berdiri sejak Maret 2021, namun baru melakukan pengenalan di Mei 2021. Maskapai tersebut menjadi pemanis bisnis penerbangan saat ini.
Bagaimanapun Super Jet menunjukan bahwa bisnis penerbangan di Indonesia masih memiliki taring dan peluang. Menurut pengamat penerbangan, Gerry Soerjatman dikutip dari Beritasatu.com, peluang Super Air Jet menggarap pasar domestik masih terbuka lebar.
Super Jet hadir untuk menyasar pasar milenial di Indonesia. Mereka mengatakan akan berfokus menjadi maskapai berbiaya rendah untuk tujuan domestik. Super Jet akan bersaing ketat dengan Lion Air, Sriwijaya Air, Citilink, dan Air Asia.
Baca Juga: 3 Pelajaran Penting dari Pandemi Covid-19 bagi Bisnis
Berdasarkan data Indonesia National Carrier Association (Inaca) per 2019, pangsa pasar penerbangan di Indonesia masih dikuasai oleh Lion Air (30%), Garuda Indonesia (19%), Citilink (15%), Batik Air (13%), Sriwijaya Air (7%), dan Air Asia (4%).
Penutup
Bisnis penerbangan di Indonesia memang sedang mengalami turbulensi yang begitu keras. Mereka adalah bisnis yang cukup terdampak akibat pandemi. Selain itu, banyak maskapai yang terdisrupsi oleh digitalisasi dan milenialisasi. Ditambah lagi disrupsi akibat dari pandemi. Semoga disrupsi ini bisa dilalui oleh maskapai di Indonesia dan tetap terbang tinggi.
Nikmati sensasi rasa unik Emkay Frizz Happy Sour! Jangan lewatkan kesempatan untuk memiliki liquid vape terbaik, pesan sekarang di emkay.id atau vape store terdekat!

